Pages

Senin, 31 Maret 2014

BAHAYA SIFAT PELIT (BAKHIL)

Bakhil (Pelit) adalah satu penyakit hati karena terlalu cinta pada harta sehingga tidak mau bersedekah. Harta seolah-olah sudah menjadi tolak ukur tinggi dan rendahnya status sosial seseorang di masyarakat. Sehingga tidaklah mengherankan jika kemudian harta menjadi buruan yang senantiasa diintai oleh para pemburunya. Bahkan bagi beberapa orang ada yang bersedia melakukan apapun, untuk bisa mendapatkan harta buruannya, walaupun dengan menghalalkan segala cara. Setelah mendapatkannya, sebagian dari kita, ada yang merasa berat untuk mengeluarkan sebahagian dari harta mereka untuk disedekahkan. Padahal dalam rezeki yang mereka dapatkan, ada hak bagi anak yatim dan kaum dhuafa.

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a berkata : "Orang yang bakhil atau kikir tidak bisa terlepas dari salah satu tujuh perkara berikut:

1. Ketika ia mati, hartanya akan diwarisi oleh orang yang akan menghabiskan dan membelanjakannya untuk sesuatu yang tidak diperintahkan Allah.
2.    Allah akan membangkitkan penguasa zhalim yang akan merenggut seluruh hartanya setelah menyiksanya terlebih dahulu.
3.    Allah menggerakkan dirinya untuk menghabiskan harta bendanya.
4. Muncul ide pada dirinya untuk mendirikan bangunan di tempat yang rawan bencana, sehingga bangunan berikut semua harta yang disimpan di dalamnya lalu ludes.
5. Dia ditimpa musibah yang dapat menghabiskan hartanya, seperti tenggelam, terbakar, mengalami pencurian, dan sebagainya.
6.    Dia tertimpa penyakit kronis sehingga hartanya habis untuk berobat.
7.    Dia menyimpan hartanya di sebuah tempat, kemudian ia lupa tempat itu, sehingga hartanya hilang”

Sumber : Nashaihul Ibad - Imam Nawawi Al Bantani

Penyakit bakhil dan tamak adalah dua sisi dari sebuah mata uang. Seorang yang terkena penyakit bakhil sudah pasti terkena juga penyakit sampingannya yaitu tamak, loba, serakah, maruk,dll. Sebaliknya sorang yang terkena penyakit tamak sudah pasti terkena juga penyakit sampingannya yaitu bakhil, kikir, pelit, medit,dll. Penyakit tersebut biasanya komplikasi dengan penyakit sombong, ujub, riya dan takabur.
Rasulullah SAW. pernah bersabda,
                     
"Orang bakhil adalah orang yang apabila namaku disebut, dia tidak bershalawat kepadaku"  

Hadits shahih: diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3546), Imam Ahmad (no. 1736)
Beberapa ulama menyatakan bahwa orang paling bakhil adalah orang yang tak mau bershalawat. Mengucapkan shalawat adalah sesuatu yang mudah, tak perlu keluar materi sedikitpun, namun kenapa masih ada yang enggan melakukannya. Bahkan ada segelintir golongan yang membenci shalawat dan bahkan mencap sebagai bid'ah. Padahal jangankan kita manusia, menurut al Qur’an, Allah dan malaikatpun membaca salawat kepada Nabi
sehingga orang beriman juga diperintahkan untuk bersalawat dan salam kepadanya;
    
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS. Al-Ahzab:56)

Saya merenungkan tentang banyaknya bencana yang melanda negri kita. Dengan membaca sabda Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. diatas. mungkinkah banyaknya bencana tersebut adalah karena semakin banyaknya orang tamak dan bakhil di negri ini? Yang sedemikian bakhilnya sampai-sampai bershalawat pun merasa enggan? Jika demikian marilah kita perbanyak sedekah dan jika secara materi kita belum mampu marilah kita perbanyak shalawat agar tidak terkena penyakit bakhil dan mudah-mudahan karenanya kita terhindar dari kerugian yang disabdakan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. tersebut

"Allahumma salli ‘alaa sayyidina Muhammadin wa ‘alaa aalihi wasahbihi ajma’iin"

            Aib seseorang terlihat dari kebakhilannya. Sedangkan, yang bisa menutup aib dari pandangan manusia adalah sikap kedermawanan. Karena itu, berselimutlah kain kedermawanan karena semua aib itu penutupnya adalah sifat dermawan. Jika tak sanggup bersedekah dengan harta, masih ada sedekah bentuk lain, yakni ucapan yang baik. Bila tak mampu menyenangkan manusia dengan harta, buatlah mereka senang dengan penampilan wajah kita yang berseri dan budi pekerti yang baik. Menghormati, menghargai, dan memuliakan sesama dengan cara mengucapkan kata-kata yang santun, wajah berseri, dan sikap sopan merupakan bagian kedermawanan. Hal inilah yang seharusnya kita lakukan sebagai seorang dokter muslim, karena kedermawanan meliputi makna-makna kewibawaan, memberi bantuan, kecerdasan hati, ringan tangan, menolong orang kesusahan, membantu yang terasing, membantu tetangga, dan segala kegiatan yang bernilai kebaikan dan kebajikan.

Ali bin Abi Thalib mengatakan, ''Jika dunia mendatangimu, sedekahkanlah karena yang kau sedekahkan itu tidak akan habis.'' Ini sesuai sabda Nabi Muhammad SAW, ''Sedekah itu tidak akan mengurangi harta.'' (HR Muslim).

Hal yang sangat penting untuk diketahui setiap muslim ialah bahwa harta yang dimiliki dalam bentuk apapun yang ada di sekitarnya adalah milik Allah SWT. Tidaklah dia mendapatkan harta dan semua yang menjadi miliknya kecuali dengan izin Allah, manusia tidaklah berkuasa sepenuhnya pada harta tersebut. Status harta itu hanya amanah atau titipan dari Allah saja.
Agar kita terhindar dari sifat kikir para ulama telah memberikan solusi. Di antaranya dengan banyak bersedekah dan berinfak, memikirkan tentang kehinaan dan kerendahan harta di sisi Allah, memikirkan balasan yang besar di sisi Allah, memahami hakekat keberadaan harta yang ada di sekitarnya,banyak bergaul dengan orang-orang shaleh dan menjauhi orang-orang yang mempunyai sifat bakhil.
Setelah kita semua mengetahui keutaman sedekah dan akibat buruk yang akan kita dapatkan jika kita menjadi orang yang bakhil, mulai sekarang ini, marilah kita berusaha semaksimal mungkin, untuk bersedekah/ berinfak, secara rutin dan menjauhi sifat bakhil (pelit).

Created by : Adelita Tri Rahmawati, materi ini disampaikan ketika modul dokter muslim di FK UIN Jakarta

Daftar Pustaka

1.    Alqur’an dan terjemahannya (QS. Al-Ahzab:56)
2.    Hadits shahih: diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3546), Imam Ahmad (no. 1736)

Artikel yang berkaitan



0 komentar:

Posting Komentar