Sementara ini baru ada 6 UIN di seluruh Indonesia. K e enam UIN itu, satu di antaranya semula berupa STAIN dan selebihnya berupa IAIN. Perubahan itu memerlukan waktu yang cukup lama, lewat berbagai diskusi, dialog, seminar dengan perdebatan panjang, antara mereka yang menyetujui perubahan dan mereka yang ingin bertahan tetap sebagaimana semula.
Berbagai perdebatan tersebut
saya mengikutinya. Mereka yang menghendaki adanya perubahan didasarkan
atas pengalaman panjang bahwa dengan bentuknya semula, yaitu STAIN atau IAIN,maka seolah-oilah kajian Islam itu terbatas. Islam dianggap hanya menyangkut hal-hal yang sifatnya ritual, padahal yang
dipahami tidak begitu. Islam oleh orang-orang yang menghendaki
perubahan ketika itu, dipandang sebagai ajaran yang luas, menyangkut semua bidang kehidupan.
Sedangkan bagi mereka yang menginginkan agar tidak ada perubahan, rupanya selain tidak
mau menghadapi tantangan yang sulit diselesaikan, mereka khawatir,
------- dengan perubahan itu, peminat fakultas atau jurusan agama
menyusut dan bahkan menjadi mati. Mereaka ini memandang bahwa yang masuk
kategori fakultas atau jurusan agama adalah fakultas atau jurusan syari’ah, ushuluddin, dakwah, adab dan tarbiyah. Selain itu, tidak dianggap sebagai bagian dari agama.
Pandangan seperti itu muncul oleh karena, mereka belum berhasil membedakan antara agama dan Islam. Islam dianggap sebatas agama. Padahal jika dikaji secara sepintas saja dari al Qur’an maupun sunnah rasul, bahwa Islam bukan sebatas agama. Islam adalah agama
dan sekaligus peradaban yang luas. Islam berbicara tentang ilmu
pengetahuan, Sumber Daya Manusia Unggul, keadilan, dan amal shaleh atau amal yang seharusnya dilakukan secara shaleh, atau dalam bahasa sederhananya adalah bekerja secara professional.
Manakala Islam hanya dipahami dari aspek agama saja, maka tatkala berbicara tentang Islam, gambaran yang
muncul adalah pembicaraan tentang tempat ibadah, jenis-jenis ritual,
upacara kelahiran, pernikahan, kematian dan sejenisnya. Selain itu, yang tergambar sebagai representasi sebutan agama -----jika di tingkat desa, adalah jabatan modil, kepala KUA dan serupa dengan itu. Padahal, ajaran Islam ketika dilihat dari kitab suci dan tradisi kehidupan Nabi Muhammad tidak sebatas itu. Peran Nabi Muhammad, sama sekali bukan sebagaimana peran para modil di desa-desa Jawa.
Bagi mereka yang menyetujui perubahan STAIN dan IAIN menjadi UIN, membayangkan bahwa Islam akan menjadi sangat luas.
Berbicara Islam sama halnya akan berbicara tentang ilmu pengetahuan,
manusia, alam, penciptaan dan konsep tentang keselamatan. Bahwa
pengetahuan dalam Islam bersumber pada ayat-ayat qawliyah dan sekaligus ayat-ayat kawniyah.
Wilayah ilmu pengetahuan dalam Islam dipandang sangat luas, menyangkut
pengetahuan yang bersifat ghaib yang tidak mungkin dikenali oleh panca
indera, maupun ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui observasi,
eksperimentasi dan penalaran logis.
Ketika
menjadi UIN, maka para dosen dan mahasiswanya akan belajar di
laboratorium, perpustakaan, ruang kuliah dan juga melakukan observasi,
dan juga merenung untuk mencari jawab problem-problem akademik yang
dihadapi. Mereka juga berdiskusi, berdialog dan bahkan beredebat atas
hasil temuan-temuannya di lapangan ataupun hasil-hasil pemikirannya. Dalam mencari kebenaran mereka menggunakan cara berpikir bayani, burhani dan irfani. Dengan demikian, maka universitas Islam negeri akan menjadi tempat bertemunya para ilmuwan mencari kebenaran lewat berbagai pendekatan yang luas. Para mahasiswa belajar menjadi seorang ilmuwan di tempat itu.
Gambaran indah tersebut, sekarang sedikit banyak, ------dengan kekurangan dan kelebihannya, telah berhasil diwujudkan melalui 6 UIN. Di kampus-kampus tersebut telah
diperbincangkan al Qur’an dan as sunnah nabi serta temuan-temuan
ilmiah, seperti bioologi, fisika, kimia, sosiologi, pskologi, filsafat
dan lain-lain, tanpa meninggalkan tradisi semula, yaitu mengkaji ilmu-ilmu syari’ah, ushuluddin, tarbiyah, dakwah dan adab. Dengan demikian, maka Islam tidak lagi dipahami sebatas dari sudut ritualnya, melainkan ritual
atau agama dan sekaligus peradaban yang luas itu. Saya pernah
mendengar, bahwa dari UIN lahir seorang dokter yang mampu memahami al
Qur’an dan bahkan hafal beberapa juz. Demikian pula dari
UIN lainnya, mereka lulus dari jurusan fisika, kimia, biologi, ekonomi,
psikologi, humaniora, tetapi mampu memahami secara mandiri kitab suci dan hadits nabi dalam bahasa Arab.
Memang tanpa menutup mata, selama in i masih ada kelemahan dan kekurangan yang dialami dan dirasakan dari perubahan itu. Akan tetapi, di balik itu telah dihasilkan prestasi yang luar biasa. Selama ini, saya menganggap bahwa perubahan STAIN dan beberapa IAIN menjadi UIN adalah merupakan pilot proyek besar dan strategis yang dilakukan oleh kementerian agama. Hasilnya setelah
berjalan kurang lebih 10 tahun sudah bisa dilihat cukup menggembirakan.
Melihat kenyataan itu, akibatnya banyak pimpinan STAIN dan IAIN ingin melakukan hal yang sama. Saya sebagai orang yang dari awal terlibat langsung dalam melakukan perubahan hingga sekarang ini, di mana-mana tatkala ditanya tentang seharusnya perguruan tinggi Islam ke depan, selalu menjawab agar seluruh STAIN dan IAIN segera diubah menjadi UIN, tanpa terkecuali.
Menunda-nunda pemberian ijin perubahan itu, hanya akan memperpanjang sejarah kemunduran Islam, yang sesungguhnya sudah terjadi sejak lama. Selain
itu, dengan mempertahankan keadaannya semula, lembaga seperti STAIN dan
IAIN juga tidak selalu berhasil menyelesaikan problem-problem bangsa
selama ini. Sebab dengan terlalu banyak lulusan fakultas/jurusan tarbiyah, syari’ah, ushuluddin, dakwah dan adab, -------sekalipun sarjana itu masih sangat diperlukan, jumlahnya tidak perlu harus terlalu banyak. Pada saat sekarang dan juga mendatang, bangsa ini memerlukan sarjana teknik, kedokteran, sains, ekonomi, psikologi, humaniora dan lain-lain yang mampu memahami kitab suci dan sejarah nabinya. Mereka itulah yang disebut sebagai ulama yang intelek sekaligus professional. Sarjana dengan identitas seperti itu akan lahir dari UIN dan bukan dari STAIN dan atau IAIN. Oleh karena itu, jika para tokoh Islam benar-benar ingin meningkatkan peran PTAIN, maka perubahan kelembagaan tersebut sudah sangat mendesak, dan tidak perlu ditunda-tunda lagi. Wallahu a’lam.
Source : Prof.DR.H.Imam Prayogo